Film Highest 2 Lowest (2025) adalah karya terbaru Spike Lee yang terinspirasi dari film klasik Akira Kurosawa, High and Low (1963). Kisahnya berfokus pada David King (Denzel Washington), seorang raksasa industri musik yang menghadapi dilema moral besar setelah anak dari sopirnya (Jeffrey Wright) diculik oleh kelompok kriminal.
Konflik semakin rumit ketika King harus menimbang antara menyelamatkan orang lain atau melindungi keluarganya sendiri, sembari mempertaruhkan reputasi, moralitas, dan warisan hidupnya.
Film ini tayang secara eksklusif di Apple TV+, termasuk tersedia di Indonesia.
Review Pribadi: Spike Lee, Denzel, dan Ambisi Besar yang Tak Selalu Mulus
Saya merasa Highest 2 Lowest adalah film yang berani namun tidak sempurna. Ada banyak momen yang membuat saya kagum, tapi juga bagian yang terasa tersendat. Mari kita bedah secara lebih detail.
1. Penyutradaraan Spike Lee
Spike Lee selalu dikenal dengan gaya visual agresif, penuh warna, kamera yang tak pernah diam, serta keberanian menyampaikan isu sosial-politik. Dalam film ini, ia memadukan dunia industri musik dengan konflik kelas sosial, kapitalisme, hingga moralitas manusia.
Namun, eksekusinya kadang terasa berlebihan. Beberapa adegan seperti propaganda politik atau simbolisme warna terlalu “keras” sehingga kehilangan subtilitas. Meski begitu, saya tetap kagum dengan keberanian Lee yang selalu konsisten menantang audiens.
2. Akting Para Pemain
- Denzel Washington tampil solid, meski beberapa penonton menganggap perannya agak datar dibanding film-film epiknya sebelumnya. Namun, momen rap battle melawan karakter Yung Felony (ASAP Rocky) adalah salah satu adegan paling tak terlupakan.
- Jeffrey Wright justru mencuri perhatian. Ia memberikan kedalaman emosional yang kuat sebagai ayah yang kehilangan anak.
- Pemain pendukung seperti Ice Spice terasa kurang maksimal, seakan hanya ditempatkan sebagai gimmick.
3. Musik & Skor
Ironisnya, untuk film yang bercerita tentang industri musik, justru soundtrack-nya terasa lemah dan membingungkan di paruh pertama film. Namun, ketika masuk adegan pengejaran di subway, musik tiba-tiba hidup dan benar-benar mengunci perhatian.
4. Skenario & Alur Cerita
Film ini jelas terinspirasi dari High and Low, namun beberapa perubahan dari versi aslinya terasa dipaksakan. Unsur media sosial dan komentar tentang tren industri musik kekinian justru membuat konflik moralnya kehilangan bobot.
Bagian awal film cukup lambat dan cenderung membosankan. Untungnya, paruh kedua menyajikan ketegangan khas Spike Lee yang penuh energi, dengan visual dan ritme yang jauh lebih menggigit.
Rating Akhir: ⭐⭐⭐½ (3.5/5)
Aspek | Nilai (1-5) | Catatan |
---|---|---|
Penyutradaraan | ⭐⭐⭐⭐ | Berani, penuh gaya, tapi kadang berlebihan |
Akting | ⭐⭐⭐⭐ | Denzel solid, Jeffrey Wright luar biasa, beberapa cast kurang terpakai |
Naskah & Alur | ⭐⭐⭐ | Adaptasi menarik tapi tidak sekuat versi aslinya |
Sinematografi | ⭐⭐⭐⭐ | Visual khas Spike Lee, penuh energi dan warna |
Musik & Skor | ⭐⭐⭐ | Tidak konsisten, hanya kuat di beberapa adegan kunci |
Nilai Hiburan | ⭐⭐⭐⭐ | Menarik untuk ditonton, tapi bukan untuk semua orang |
Pesan & Makna | ⭐⭐⭐⭐ | Kritik sosial tajam, meski kadang terlalu sloganik |
Saya memberikan 3,5 dari 5 bintang.
Film ini bukan karya terbaik Spike Lee, tapi tetap penting untuk ditonton. Ada momen-momen kuat, terutama di paruh kedua, namun kelemahan di awal film cukup terasa.
Layanan Streaming
Highest 2 Lowest dapat ditonton secara legal melalui:
- Apple TV+ (tersedia di Indonesia dengan subtitle Bahasa Indonesia)
Kesimpulan
Highest 2 Lowest adalah film yang penuh ambisi. Spike Lee menggabungkan kritik sosial, drama keluarga, dan thriller kriminal dalam satu kemasan yang padat. Meski tidak sepenuhnya berhasil, film ini tetap menawarkan pengalaman menonton yang berbeda, penuh gaya, dan kadang memancing perdebatan.
Bagi penggemar Spike Lee atau Denzel Washington, film ini wajib dicoba. Tapi untuk penonton awam, mungkin terasa agak “berat” dan berbelit.
Sudah siap menyelami dunia penuh dilema moral dan konflik sosial dalam Highest 2 Lowest?
Tonton sekarang secara eksklusif di Apple TV+ Indonesia, dan bagikan pendapatmu: apakah Spike Lee berhasil menghidupkan kembali masterpiece Kurosawa atau justru mengecewakan?