Saat artikel ini ditulis (April 2025), film Warfare (2025) belum tersedia di platform streaming mana pun. Namun, melihat rekam jejak distribusi film-film A24 di Indonesia, besar kemungkinan film ini akan segera hadir di Catchplay+, KlikFilm, Mola TV, atau Amazon Prime Video. Kamu bisa pantau ketersediaannya melalui JustWatch Indonesia, dan untuk informasi resmi kunjungi situs A24 Films.
Perkenalan: Pengalaman Perang dari Dalam, Bukan Sekadar Hiburan
Film perang seringkali tampil sebagai tontonan penuh aksi dan heroisme. Namun Warfare (2025) menawarkan sesuatu yang sangat berbeda. Disutradarai oleh Alex Garland (Ex Machina, Civil War) dan Ray Mendoza—seorang veteran perang yang turut menjadi inspirasi utama film ini—Warfare adalah gambaran perang dari perspektif yang paling mentah: ingatan manusia.
Film ini bukan hanya soal peluru yang menghujani dan ledakan yang membakar. Ini adalah cerita tentang ketakutan, kebingungan, dan absurditas medan perang yang nyata.
Cerita: Narasi Real-Time dari Ingatan Veteran SEAL
Warfare menceritakan pengalaman nyata satu regu Navy SEAL Amerika yang terjebak dalam rumah penduduk di Ramadi, Irak, pada tahun 2006. Mereka menjadi saksi dan pelaku dalam operasi militer yang salah perhitungan, di tengah kekacauan total tanpa dukungan udara.
Kekuatan film ini terletak pada cara Garland dan Mendoza menyusun narasi berdasarkan memori. Tidak ada adegan heroik klise, tidak ada monolog dramatis tentang patriotisme. Yang ada hanya waktu nyata: penantian, keputusan tergesa, dan kehancuran.
Teknik Sinematografi: Realisme yang Menyiksa Emosi
Apa yang membuat film ini istimewa secara teknis adalah kesempurnaan desain suara dan pengambilan gambar. Tanpa musik latar, penonton benar-benar diceburkan ke tengah kekacauan. Dentuman granat, suara radio, tangisan korban luka, dan keheningan mencekam—semuanya begitu nyata.
Bahkan bagi penonton berpengalaman, efek imersif yang dihasilkan Warfare sangat menghantui. Setiap detik membawa ketegangan. Setiap keputusan terasa seperti bisa merenggut nyawa.
Performa Pemeran: Ensemble Tanpa Pahlawan Tunggal
Joseph Quinn, Will Poulter, Noah Centineo, hingga Cosmo Jarvis tampil sebagai bagian dari regu, tanpa dominasi satu tokoh utama. Mereka bukanlah pahlawan yang dibuat-buat, melainkan manusia yang gamang dalam situasi ekstrem. Tidak ada kutipan ikonik. Tidak ada senyuman manis ala Hollywood. Hanya ekspresi ketakutan dan insting bertahan hidup.
Simbolisme dan Kritik Sosial: Di Balik Narasi Apolitis
Meski tidak secara gamblang menyatakan pesan politik, Warfare dengan cermat menunjukkan sisi kelam pendudukan militer: penggunaan rumah warga sebagai pos pengamatan, minimnya empati terhadap sipil, dan keputusan militer yang lebih mengutamakan peralatan dibanding nyawa.
Pertanyaannya: apakah ini film anti-perang? Atau hanya potret realistis dari medan perang? Di sinilah letak kekuatan dan kelemahan film ini sekaligus.
Review Personal: Sebuah Film yang Menakutkan dan Menyakitkan
Bagi saya pribadi, Warfare adalah film yang menyiksa secara emosional dan fisik. Saya merasa tak berdaya sebagai penonton—terjebak dalam dunia yang penuh keheningan mematikan dan ledakan mendadak.
Film ini bukan untuk semua orang. Ia tidak menghibur. Ia menghantui. Dan justru karena itu, ia pantas disebut sebagai salah satu film perang terbaik dalam dua dekade terakhir.
Nilai Tambah Unik: Perspektif Mikro dari Perang Makro
Alih-alih menceritakan seluruh konflik Irak, film ini hanya fokus pada satu insiden. Tapi dari satu titik itu, kita bisa memahami betapa brutal, acak, dan tidak terhindarkannya trauma perang.
Prediksi Ketersediaan Streaming di Indonesia
Meskipun saat ini belum tersedia untuk streaming, kemungkinan besar film ini akan rilis di:
- Amazon Prime Video (sering bekerja sama dengan A24)
- Mola TV (menayangkan film perang dan dokumenter intens)
- Catchplay+ dan KlikFilm (yang kerap membeli hak tayang film A24)
Pantau melalui JustWatch untuk update real-time.
Rating Pribadi: ⭐⭐⭐⭐½ (4.5 dari 5)
- Realisme teknis yang nyaris sempurna
- Narasi yang tidak manipulatif
- Penampilan aktor yang alami dan tidak berlebihan
- Kurangnya konteks moral bisa membuat sebagian penonton bingung akan posisinya terhadap perang
FAQ Seputar Warfare (2025)
Apa genre film Warfare (2025)?
Film ini masuk dalam genre drama perang, namun lebih menyerupai dokumenter dalam penyajian realitasnya.
Apakah film ini cocok untuk semua usia?
Tidak. Film ini mengandung kekerasan grafis dan atmosfer psikologis yang berat, lebih cocok untuk 17 tahun ke atas.
Apakah film ini pro atau anti-perang?
Film ini bersifat netral secara eksplisit, namun penonton kemungkinan besar akan menyimpulkan bahwa perang adalah sesuatu yang tragis dan menyakitkan.
Berapa durasi film Warfare?
Durasi film sekitar 95 menit, tanpa musik latar—memberi kesan waktu nyata dan menyesakkan.
Siapa tokoh utama dalam film ini?
Tidak ada tokoh utama tunggal. Semua karakter diposisikan setara, bagian dari regu yang mengalami tragedi bersama.
Apakah film ini berdasarkan kisah nyata?
Ya. Film ini diadaptasi dari pengalaman nyata Ray Mendoza, seorang mantan Navy SEAL yang juga ikut menyutradarai film ini.
Kesimpulan: Perang yang Tidak Terlihat Glorifikasi
Warfare bukanlah film perang biasa. Ia tidak memamerkan heroisme semu atau visual eksplosif tanpa makna. Film ini adalah pengalaman sinematik tentang trauma, ketakutan, dan absurditas perang—semua melalui sudut pandang orang yang benar-benar ada di sana.
Apakah film ini akan membuatmu berpikir ulang tentang makna “pengorbanan” dalam perang? Sangat mungkin.