Ketika berbicara tentang adaptasi karya Stephen King, publik selalu menaruh ekspektasi tinggi. The Long Walk (2025), garapan Francis Lawrence dengan penulisan naskah oleh JT Mollner, menghadirkan kisah distopia yang sederhana namun menohok: sekelompok remaja dipaksa mengikuti kompetisi jalan kaki tanpa akhir, di mana kegagalan berarti kematian.
Sebagai film, The Long Walk tidak hanya menampilkan perjalanan fisik yang melelahkan, tetapi juga perjalanan psikologis yang menyingkap sisi terdalam kemanusiaan. Dari awal yang tampak ringan, hingga setiap langkah terakhir penuh beban moral, film ini menjadi refleksi keras tentang sistem yang menindas dan batas ketahanan manusia.
Sinopsis Singkat
Di sebuah Amerika alternatif yang dikuasai rezim totaliter, 50 remaja laki-laki dipilih untuk berpartisipasi dalam “The Long Walk,” sebuah lomba berjalan kaki tanpa garis akhir. Mereka harus mempertahankan kecepatan minimum; jika melambat atau berhenti, tentara yang mengawal akan menembak tanpa ampun. Kompetisi hanya berhenti jika tinggal satu orang yang bertahan hidup.
Karakter utama seperti Ray Garraty (Cooper Hoffman) dan Peter McVries (David Jonsson) menjadi pusat cerita, memperlihatkan bagaimana persahabatan, konflik batin, dan perlawanan terhadap sistem menumbuhkan drama kemanusiaan yang mendalam.
Pengalaman Menonton: Dari Carefree ke Mencekam
Awal film menghadirkan kesan ringan, penuh obrolan santai ala remaja. Seolah-olah berjalan adalah kegiatan biasa. Namun, begitu korban pertama jatuh, segalanya berubah drastis.
Senyum berganti dengan tatapan teror, berjalan bukan lagi hiburan, tapi kewajiban mematikan. Tentara berseragam gelap dengan senjata otomatis dan propaganda radio yang terus berbunyi menghadirkan atmosfer dingin tanpa rasa kemanusiaan.
Dialog para peserta sering kali filosofis. Kalimat sederhana seperti “Shall we go for a walk?” terasa ironis sekaligus menghantui, karena kita tahu setiap langkah bisa berarti mendekati kematian.
Rating Akhir: ⭐⭐⭐⭐ (4/5)
Aspek Film | Penilaian (1–5) | Ulasan Singkat |
---|---|---|
Cerita & Premis | ⭐⭐⭐⭐ | Konsep unik “jalan atau mati” kuat, tapi world-building terasa minim. |
Akting & Karakter | ⭐⭐⭐⭐⭐ | David Jonsson mencuri perhatian, Cooper Hoffman tampil konsisten dan emosional. |
Visual & Sinematografi | ⭐⭐⭐½ | Lanskap distopia sederhana, kadang repetitif, tapi cukup membangun atmosfer. |
Dialog & Naskah | ⭐⭐⭐⭐ | 90% dialog, kadang repetitif, tapi ada momen emosional yang sangat kuat. |
Ketegangan & Drama | ⭐⭐⭐⭐½ | Intensitas berjalan membuat penonton ikut lelah secara psikologis. |
Total Rata-Rata | 4/5 | Sebuah thriller distopia yang emosional, meski tidak sempurna. |
Kekuatan dan Kelemahan Film
Kekuatan
- Akting luar biasa: David Jonsson benar-benar bersinar, sementara Cooper Hoffman memberi nuansa rapuh yang menyentuh.
- Intensitas tanpa henti: Karena kamera terus mengikuti peserta, penonton merasakan beban fisik dan mental yang sama.
- Tema kemanusiaan: Membuka ruang refleksi tentang harga hidup, kebebasan, dan perlawanan terhadap sistem kejam.
Kelemahan
- Minim world-building: Tidak banyak dijelaskan tentang kenapa kompetisi ini dianggap normal dalam masyarakat.
- Dialog repetitif: Terlalu sering menyebut nama karakter, membuat percakapan terasa kurang natural.
- Kurang eksplorasi penonton di dunia film: Masyarakat yang menonton lomba ini digambarkan datar, tidak memberi kedalaman narasi.
Refleksi Pribadi
Saat menonton The Long Walk, saya sempat bertanya dalam hati: Siapa sih yang mau ikut kompetisi seperti ini? Jawabannya mungkin tidak penting, karena film ini bukan sekadar tentang “mengapa”, tetapi lebih pada “bagaimana manusia bertahan hidup.”
Saya ikut merasakan kelelahan, frustrasi, hingga keputusasaan para remaja itu. Ada momen ketika dialog mereka terdengar seperti pengakuan terakhir sebelum ajal, dan jujur, itu bikin dada sesak.
Meski ada bagian yang terasa lambat, saya tetap terpikat karena chemistry antar karakter begitu nyata. Ending-nya pun memberikan pukulan emosional—menyakitkan tapi indah, seakan menegaskan bahwa kadang bertahan hidup bukanlah kemenangan, tapi sebuah beban.
Bagi saya, The Long Walk adalah film yang bisa jadi tidak semua orang suka, tapi bagi mereka yang mencari tontonan reflektif, penuh makna, dan anti-mainstream, film ini layak masuk daftar tonton.
Ketersediaan Streaming (Per September 2025)
Catatan: Saat artikel ini ditulis, The Long Walk (2025) belum tersedia di layanan streaming manapun, baik di Indonesia maupun internasional.
Namun, jika menilik tren rilis film besar, kemungkinan film ini akan segera hadir di beberapa platform populer:
- Netflix – sering menghadirkan adaptasi novel dan film dengan tema distopia.
- Amazon Prime Video – alternatif besar dengan katalog film thriller internasional.
- Disney+ Hotstar – khusus di Indonesia, platform ini kerap menggaet film rilis bioskop besar.
Kamu bisa memantau perkembangan ketersediaannya di JustWatch – The Long Walk (2025).
Kesimpulan
The Long Walk (2025) adalah film adaptasi Stephen King yang berhasil menyentuh isu kemanusiaan dalam balutan thriller distopia. Dengan akting kuat, atmosfer yang menekan, dan pertanyaan filosofis yang membekas, film ini lebih dari sekadar tontonan hiburan.
Meskipun pacing lambat dan world-building minim, film ini tetap menjadi salah satu adaptasi King paling berkesan di era modern.
Jika kamu pencinta film distopia seperti The Hunger Games atau menyukai kisah survival psikologis, jangan lewatkan The Long Walk begitu tersedia di layanan streaming. Simpan tautan JustWatch di atas agar tidak ketinggalan update, dan bagikan artikel ini ke teman-teman pecinta film agar lebih banyak orang mengenal karya menegangkan ini.