Nonton dan Review Film Fear Street: Prom Queen (2025): Slasher 80-an yang Kehilangan Arah
Fear Street: Prom Queen (2025)

Nonton dan Review Film Netflix Fear Street: Prom Queen (2025) Sub indo Bukan di Lk21 Rebahin Idlix

Diposting pada

Sinopsis Singkat: Malam Prom yang Menjadi Mimpi Buruk

Film Fear Street: Prom Queen adalah lanjutan dari semesta horor Fear Street yang sebelumnya sukses besar lewat trilogi rilisan 2021. Sayangnya, alih-alih memperluas mitologi Sarah Fier atau mempertahankan nuansa supranatural yang melekat kuat dalam trilogi sebelumnya, film ini lebih terasa seperti slasher biasa ala tahun 80-an yang hanya memakai judul “Fear Street” untuk menarik perhatian.

Cerita berpusat di Shadyside High tahun 1988, di mana para siswi bersaing ketat demi meraih gelar ratu prom. Namun saat satu per satu kandidat prom queen mulai menghilang secara misterius, Lori Granger — siswi underdog dengan latar belakang keluarga kelam — mendapati dirinya terjebak dalam malam prom yang penuh darah dan rahasia kelam.


Cerita dan Naskah: Terlalu Banyak Plot Twist, Terlalu Sedikit Koneksi

Disutradarai oleh Matt Palmer, Fear Street: Prom Queen terasa seperti upaya generik untuk membangkitkan kembali slasher klasik 80-an — lengkap dengan pakaian neon, pesta dansa awkward, dan pembunuh bertopeng ala I Know What You Did Last Summer. Tapi di balik warna-warna cerah dan nostalgia era Reagan, film ini gagal memberikan substansi.

Plotnya terkesan dijejali dengan terlalu banyak twist yang tidak terbangun dengan baik. Motivasi pembunuh terasa dangkal dan tidak masuk akal, tidak ada koneksi nyata dengan mitologi Sarah Fier atau malapetaka Shadyside yang menjadi pondasi trilogi sebelumnya.

Banyak penonton mempertanyakan: “Kenapa tidak sekalian saja membuat film slasher baru ketimbang memaksakan ini ke dalam Fear Street?” Bahkan penggemar berat trilogi merasa dikhianati oleh minimnya referensi dan koneksi emosional.


Akting dan Karakter: Potensi yang Tidak Dimaksimalkan

India Fowler sebagai Lori Granger tampil cukup solid sebagai protagonis underdog yang diganggu karena latar belakang keluarganya. Namun karakter lain seperti Tiffany Falconer (Fina Strazza), dan Megan (Suzanna Son) terasa klise dan kurang dikembangkan.

Suzanna Son sebenarnya menjadi highlight kecil lewat peran Megan — teman setia yang punya hobi efek gore dan tidak segan memalsukan amputasi demi menakuti para pembully. Namun interaksi mereka tetap gagal menyentuh level emosional seperti yang pernah dicapai karakter di Fear Street: 1978 atau Fear Street: 1666.


Adegan Horor dan Gore: Setengah Hati

Dari sisi horor, film ini memberikan beberapa adegan pembunuhan kreatif yang cukup menghibur — seperti insiden tragis dengan pemotong kertas dan gergaji listrik yang menohok wajah. Sayangnya, sebagian besar adegan kematian lainnya terasa terburu-buru, tidak memberikan ketegangan yang berarti, dan tidak meninggalkan kesan mendalam.

Efek visual pun tidak konsisten. Beberapa tampak seperti hasil CGI murahan dan efek darah yang “tidak berani kotor”, membuat intensitas horor malah turun drastis.


Soundtrack dan Nuansa 80-an: Nostalgia yang Hampa

Daya tarik visual dan audio film ini memang mencolok — dengan busana mencolok, dekorasi sekolah khas 80-an, dan soundtrack yang berniat membangkitkan semangat era itu. Namun lagu-lagu pilihan seperti “Gloria” yang dipakai di tengah dance battle terasa canggung dan tidak natural, seperti dipaksakan untuk menambah nuansa retro tanpa alasan cerita yang jelas.


Kelemahan Utama: Tidak Konsisten dan Kehilangan Identitas

Berikut beberapa poin kelemahan yang paling sering dikritik oleh penonton dan pengulas:

  • Tidak ada kesinambungan dengan trilogi asli
  • Motivasi karakter lemah dan tidak meyakinkan
  • Plot twist berlebihan dan tidak berdampak
  • Minim atmosfer horor dan supranatural khas Fear Street
  • Karakter tidak berkembang dan cepat dilupakan

Yang paling disayangkan adalah keputusan untuk mengganti nuansa supranatural dengan hanya sekadar “pembunuhan karena dendam pribadi”. Ini membuat film terasa seperti slasher generik — bukan bagian dari saga yang punya kedalaman mitologi seperti sebelumnya.


Penutup: Cocok untuk Ditonton Sekali, Tapi Tidak Layak Diulang

Sebagai bagian dari semesta Fear Street, Prom Queen adalah langkah mundur. Tidak seperti trilogi sebelumnya yang menawarkan sesuatu yang baru dan berani dalam genre horor remaja, film ini lebih memilih untuk bermain aman dan akhirnya gagal memberi identitas yang kuat.

Namun, jika Anda hanya mencari tontonan horor ringan untuk mengisi waktu dan tidak terlalu peduli dengan kontinuitas cerita, film ini mungkin bisa dinikmati secara kasual — meski tetap terasa sebagai produk yang mengecewakan bagi para penggemar sejati Fear Street.


Streaming Sekarang di Netflix

Jika Anda penasaran, Fear Street: Prom Queen (2025) tersedia secara eksklusif di Netflix. Siapkan popcorn, turunkan ekspektasi, dan nikmati malam prom berdarah ini dengan kacamata nostalgia 80-an.


⭐ Rating Akhir

2 dari 5 bintang
Film ini punya potensi, namun terlalu banyak aspek yang dibiarkan menggantung dan tak tergarap maksimal. Hanya cocok untuk ditonton sekali saja — dan itu pun jika Anda penggemar genre slasher ringan.

Jika Anda suka review film seperti ini, silakan tinggalkan komentar atau bagikan ke media sosial Anda. Jangan lupa subscribe untuk ulasan film terbaru lainnya!

🎬 Tebak Judul Film dari Emoji!

Skor: 0

Pertanyaan: 1 dari 5

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *