Sinopsis Film Cocote Tonggo (2025)
Bayangkan menjalankan usaha jamu kesuburan yang diwariskan orang tua, tapi kamu sendiri justru tak kunjung punya anak. Itulah dilema yang dihadapi oleh Luki (Dennis Adhiswara) dan Murni (Ayushita), pasangan suami istri yang menjadi pusat cerita dalam Cocote Tonggo. Di tengah tekanan sosial dan stigma lingkungan sekitar, mereka mengambil keputusan nekat: pura-pura hamil demi mengadopsi bayi yang ditemukan, agar terhindar dari gosip kejam para tetangga.
Disutradarai oleh Bayu Skak, yang juga bermain sebagai karakter pendukung, dan ditulis oleh Nona Ica, film ini mencoba mengangkat realitas hidup di permukiman padat penduduk – khususnya di Jawa – di mana kehidupan pribadi tak pernah benar-benar menjadi urusan pribadi.
Alur Cerita: Komedi Gelap dengan Aroma Lokal
Secara struktur, Cocote Tonggo mencoba berjalan pada garis tipis antara drama dan komedi. Di satu sisi, cerita menawarkan banyak hal yang relatable – tekanan sosial, budaya patriarki, stigma “mandul”, serta dominasi omongan tetangga. Namun di sisi lain, sayangnya beberapa bagian alur terasa dipaksakan. Perpindahan konflik dari satu tema ke tema lain terjadi terlalu cepat, membuat paruh kedua film terasa kurang fokus.
Meski demikian, kekuatan film ini justru terletak pada komedi khas Bayu Skak. Dengan candaan yang straight to the point, bahkan kadang vulgar, ia mampu menyelamatkan momen-momen yang bisa jadi terasa membosankan. Jika kamu menyukai humor lokal dan tidak terlalu mempermasalahkan logika cerita, maka film ini masih sangat layak dinikmati.
Akting dan Karakter: Asri Welas Mencuri Perhatian
Performa para pemain cukup solid secara keseluruhan. Ayushita mampu menampilkan emosi yang dalam, terutama di adegan-adegan ketika ia harus menyembunyikan rasa sakitnya di balik senyum palsu. Dennis Adhiswara, meski kurang maksimal dibanding penampilannya di film lain, masih bisa menjaga dinamika dengan lawan mainnya.
Namun, highlight mutlak jatuh pada Asri Welas. Ia tampil sangat autentik sebagai tetangga julid yang suka mengobrol dan menggosip. Karakternya terasa hidup dan benar-benar mencerminkan realitas sosial masyarakat kampung. Ditambah penampilan Yati Pesek sebagai Mbah Mila yang memberi warna tersendiri pada kisah ini.
Nilai Sosial dan Isu yang Diangkat
Cocote Tonggo tidak sekadar menyajikan tontonan hiburan. Film ini mencoba menyisipkan berbagai isu penting seperti:
- Infertilitas dan tekanan sosial
- Rivalitas antar tetangga
- Peran gender dan budaya patriarki
- Fenomena masyarakat yang ikut campur urusan rumah tangga orang lain
Sayangnya, penggarapan isu-isu ini masih terasa dangkal. Banyak momen berpotensi emosional yang tidak dieksplorasi secara maksimal. Misalnya, konflik batin Murni yang hanya disinggung lewat dialog ringan tanpa ada pengembangan karakter yang lebih dalam.
Kekurangan: Alur Terlalu Lambat dan Klimaks Tidak Tertata
Babak pertama film ini terlalu lambat. Butuh waktu hampir satu jam sebelum cerita masuk ke inti konflik. Ini membuat penonton yang mengharapkan cerita bergerak cepat bisa merasa bosan. Ketika akhirnya konflik utama muncul, klimaksnya justru menumpuk di akhir dengan penyelesaian yang terkesan terburu-buru.
Editing, tata suara, dan sinematografi pun tampak kurang matang. Beberapa shot terasa asal, wardrobe pemain menyatu dengan background, hingga sound mixing yang tidak rapi di beberapa bagian.
Namun demikian, film ini tetap punya satu “golden scene” emosional saat toko jamu mereka menjadi saksi ledakan emosi yang tak tertahankan. Momen ini berhasil menghadirkan air mata—meski sayangnya, segera diakhiri dengan resolusi yang terlalu preachy.
Review Pribadi: Mixed Feelings, Tapi Tetap Layak Ditonton
Sebagai penggemar karya Bayu Skak sejak era Yowis Ben, ekspektasi saya cukup tinggi terhadap film ini. Sayangnya, Cocote Tonggo belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi tersebut. Meski menawarkan tema yang relevan dan dekat dengan masyarakat, eksekusinya terasa setengah matang.
Namun saya tetap mengapresiasi keberanian film ini untuk menampilkan realitas kehidupan urban Jawa dengan segala dinamika dan intrik sosialnya. Apalagi dengan balutan komedi satir dan karakter-karakter yang terasa familiar, film ini berhasil memancing tawa sekaligus empati.
“Kalau kamu pernah tinggal di kampung padat penduduk, pasti akan merasa film ini terlalu nyata untuk disebut fiksi.”
Prediksi Tersedia di Platform Streaming
Saat ini, Cocote Tonggo belum tersedia di layanan streaming resmi mana pun di Indonesia. Namun, mengingat film ini diproduksi oleh Skak Studios dan Tobali Film, serta melihat pola distribusi film lokal sebelumnya, kemungkinan besar film ini akan hadir di platform seperti Vidio, Netflix Indonesia, atau Prime Video dalam beberapa bulan ke depan.
📺 Pantau terus ketersediaannya di: JustWatch – Cocote Tonggo (2025)
Rating Akhir: ⭐⭐½ (2.5/5)
+ Nilai Plus:
- Komedi lokal yang menghibur
- Penampilan memukau dari Asri Welas
- Isu yang dekat dengan masyarakat
– Nilai Minus:
- Alur lambat dan konflik kurang fokus
- Editing dan sound yang tidak konsisten
- Klimaks terburu-buru dan penyelesaian yang preachy
Penutup: Nonton Atau Tidak?
Jika kamu mencari film drama-komedi dengan nuansa lokal yang kental dan karakter-karakter yang relate, maka Cocote Tonggo bisa jadi pilihan yang pas untuk akhir pekan santai. Namun, jangan berharap terlalu banyak dari sisi cerita atau sinematografi.
Film ini cocok untuk kamu yang:
- Pernah atau sedang tinggal di lingkungan “cocotable” (penuh omongan orang)
- Ingin melihat komedi khas Jawa Tengah
- Suka film bertema sosial dengan pesan moral tersirat
🎬 Jadi, apakah kamu sudah siap menghadapi “cocote tonggo” versi layar lebar?