Film horor Indonesia kembali hadir dengan nuansa mistis dan budaya lokal lewat Narik Sukmo (2025), karya terbaru dari sutradara Indra Gunawan yang diadaptasi dari novel karya Dewie Yulliantina. Mengusung tema penari dan tarian mistik sebagai poros cerita, film ini menggabungkan elemen supernatural, dendam masa lalu, dan mistisisme desa terpencil.
Film ini dibintangi oleh Febby Rastanty sebagai Kenara Cahyaningrum, mahasiswi yang memiliki latar belakang penari dan tanpa sadar menjadi pusat teror di Desa Kelawangin. Bersama Dea Annisa, Teuku Rifnu Wikana, dan Nugie, film ini mencoba membangun atmosfer mencekam yang sayangnya tidak sepenuhnya berhasil karena beberapa aspek yang kurang matang.
Sinopsis Film Narik Sukmo (2025)
Kenara Cahyaningrum, seorang mahasiswi yang dulunya aktif menari, memutuskan untuk berlibur ke rumah sahabatnya, Ayu, di Desa Kelawangin. Sejak hari pertama kedatangannya, suasana mencekam langsung terasa. Hujan deras mengguyur sepanjang malam, suara petir bersahutan, dan tatapan tajam dari warga desa membuat Kenara tidak nyaman.
Gangguan demi gangguan mulai muncul. Ia kerap bermimpi buruk, dihantui sosok bayangan hitam, dan tubuhnya tiba-tiba menari sendiri tanpa disadari. Puncaknya terjadi saat Kenara masuk ke kamar terlarang di rumah Ayu dan secara tidak sengaja membangkitkan roh dari masa lalu.
Dari sinilah terungkap bahwa tarian yang dilakukan Kenara adalah Tari Narik Sukmo, sebuah tarian kematian yang dahulu dibawakan oleh sepasang kekasih tragis, Banyu Janggala Bagwahanta dan Ratimayu. Mereka dikisahkan dibunuh secara tidak adil oleh warga desa karena cinta mereka yang tidak direstui. Kini, roh mereka bangkit menuntut balas melalui tubuh Kenara.
Review Narik Sukmo (2025)
1. Plot dan Alur Cerita
Film ini sebenarnya memiliki potensi besar dari sisi premis: tarian mistik sebagai media balas dendam supranatural. Sayangnya, eksekusi alurnya terasa lambat, repetitif, dan terlalu mengandalkan jumpscare murahan. Konflik dua kubu di desa hanya disebut sekilas dan tidak dikembangkan. Banyak subplot yang tidak tuntas dan membuat penonton kebingungan.
2. Akting dan Karakterisasi
Febby Rastanty cukup menonjol sebagai tokoh utama, terutama saat membawakan adegan kesurupan dan menari. Namun, perkembangan karakter Kenara minim dan motivasinya tidak tergali mendalam. Dea Annisa sebagai Ayu tampil cukup baik, sementara Aliando terlihat kurang mendapatkan porsi cerita dan karakternya datar. Nugie tampil mencolok namun tidak nyaman dilihat karena fondasi karakter yang lemah.
Sayangnya, Kinaryosih yang seharusnya bisa memperkuat dramatisasi cerita tidak dibangun dengan baik. Dialog terasa kaku dan terlalu teatrikal, menyebabkan akting sebagian besar pemain terasa memaksa dan canggung.
3. Visual dan Sinematografi
Visual film ini masih mempertahankan tone kelam dengan palet warna cokelat dan abu-abu khas film produksi JP & Mesari Pictures. Suasana desa terasa sunyi dan menyeramkan, namun kadang berlebihan sehingga terlihat seperti set kosong. Ekstra warga tampak seperti pajangan, membuat suasana desa kurang hidup.
Namun, adegan menari melayang dan slow motion saat tarian mistis tergolong menarik dan berhasil mencuri perhatian. Sayangnya, momen tersebut tidak didukung oleh penulisan cerita yang kuat sehingga terasa hampa.
4. Musik dan Sound Design
Sound scoring yang digunakan cenderung terlalu keras dan mengganggu kenyamanan menonton. Musik latar seringkali tidak relevan dengan intensitas adegan, membuat suasana horor tidak terbangun maksimal. Elemen kejutan juga terasa dipaksakan hanya untuk menciptakan efek kejut sesaat.
Rating Akhir: ⭐⭐½ (2.5/5)
Aspek Film | Nilai (1-5) | Keterangan |
---|---|---|
Alur Cerita | ⭐⭐ | Premis bagus tapi eksekusi lemah |
Akting Pemeran | ⭐⭐⭐ | Febby menonjol, lainnya kurang mendalam |
Sinematografi | ⭐⭐⭐ | Atmosfer visual mendukung namun terasa kosong |
Musik dan Scoring | ⭐⭐ | Terlalu bising, tidak membangun nuansa horor |
Efek Visual & Makeup | ⭐⭐⭐⭐ | Adegan menari dan efek cukup impresif |
Dialog & Naskah | ⭐⭐ | Kaku dan terasa tidak natural |
Originalitas Cerita | ⭐⭐ | Terlalu generik, mirip film tari mistis lainnya |
Penyutradaraan | ⭐⭐ | Belum berhasil memaksimalkan potensi cerita |
Total Skor Rata-rata | 2.5/5 | Cukup, namun banyak ruang untuk perbaikan |
Apakah Narik Sukmo Sudah Bisa Ditonton Secara Online?
Saat artikel ini ditulis (Juli 2025), film Narik Sukmo belum tersedia untuk ditonton secara streaming di platform mana pun. Namun, mengingat film-film produksi JP Pictures sebelumnya tayang di platform seperti Netflix, Vidio, dan Prime Video, besar kemungkinan Narik Sukmo juga akan hadir di salah satu layanan tersebut dalam beberapa bulan ke depan.
Untuk memantau ketersediaan film ini secara online, Anda bisa cek halaman resmi JustWatch melalui tautan berikut:
👉 Lihat di JustWatch
Kesimpulan dan Penilaian Akhir
Narik Sukmo berusaha menggabungkan kisah cinta tragis, dendam masa lalu, dan elemen budaya lokal yang menarik. Namun, film ini jatuh pada jebakan formula horor Indonesia yang sudah klise: terlalu bergantung pada kesurupan dan jumpscare tanpa fondasi narasi yang kuat.
Bagi penikmat film horor dengan ekspektasi tinggi terhadap pengembangan cerita dan karakter, film ini mungkin akan terasa mengecewakan. Namun, jika Anda mencari hiburan dengan visual mistis dan akting Febby Rastanty yang cukup intens, film ini masih layak untuk ditonton—meskipun hanya sekali.
Sudah nonton Narik Sukmo? Bagaimana menurut kamu, apakah tarian mistis dalam film ini cukup berhasil membuat bulu kuduk merinding? Atau justru kamu punya analisis sendiri soal tarian kematian ini?
Yuk, bagikan pendapat kamu di kolom komentar blog ini!
Jangan lupa bookmark halaman ini untuk update ketersediaan streaming film Narik Sukmo.